Pati (27/12/21)–
Sambal menjadi makanan yang banyak disukai oleh masyarakat indonesia. Terasi
merupakan bahan pelengkap pada sambal, yang membuat cita rasanya menjadi nikmat.
Seperti halnya di desa Sambilawang, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, terdapat
salah satu tempat produksi terasi. Terasi
menjadi salah satu penyedap makanan, yang dibuat dari udang kecil atau rebon
yang dilumatkan sampai halus.
Di zaman yang sudah maju dan serba mesin, produsen membuat terasi secara modern. Seperti halnya yang dilakukan Ibu Asmah (61).Wanita kelahiran Desa Sambilawang ini, memang sudah puluhan tahun lalu menggunakan mesin penggilingan dalam pembuatan terasinya. Keterampilan mengolah terasi ia dapatkan dari orang tuanya.
Berbahan baku terasi yaitu Udang rebon, Asmah dapatkan di sekitar pantai dan tambak yang bersih di desanya. Sebab, untuk pembuatan terasi, kebersihan dan kualitas bahan menjadi pertimbangan.“Kebersihan rebonnya harus terjaga. Saya, biasanya sebelum mengelolah terasi, terlebih dahulu mencuci udang rebon di laut dan bisa juga di tambak. Begitu udang sudah bersih, diangkat ke daratan untuk di jemur. Saat penjemuran, udang dibuat kecil-kecil dan tipis. Tujuannya biar cepat kering,” unkapnya.
Potret terasi yang
sudah jadi dan dikemas dalam plastik
Tahap awal
pembuatan terasi, Asmah memisahkan
kotoran yang ada pada rebon. Seperti plastik, ikan kecil, cumi-cumi kecil, dan
kerang. Sebab, jika tercampur kotoran tersebut bisa mempengaruhi cita rasa
terasi. “Jadi murni rebon. Ketika sudah kering, sorenya di giling. Seperti ini
(Penggilingan dengan mesin penggiling terasi). Nanti di buat bulatan, dan
difermentasi. Di diamkan semalam, terus paginya dijemur lagi,” terangnya.
Usai
dijemur, sore harinya, bahan tersebut kembali di giling. Proses dua kali
tersebut untuk membedakan terasi di daerahnya dengan yang lain. Tak hanya itu,
terasi yang ia buat juga tanpa campuran pengawet, pewarna, atau lainnya. Jadi
warnannya murni dan tampak mata rebon kecil-kecil. Dan juga terasi yang tanpa
pewarna akan terlihat coklat gelap. Berbeda dengan yang telah diberi pewarna,
karena tampak kemerahan. “Mengapa kami menjaga
kualitas, kareba disamping saya jual, terasi ini juga akan saya konsumsi sendiri.
Masak dinikmati sendiri, dicampuri pengawet., Kita tidak pernah pakai pengawet
atau lainnya,” ujar Ibu Asmah
Terasi yang
dibuat Asmah, dibandrol dengan harga yang cukup terjangkau. Untuk ukuran
setengah kilogram, dipatok dengan harga Rp 40 ribu. Mengingat terbuat dari
rebon asli dan diolah dengan cara yang benar, terasi buatan Asmah bisa bertahan
lebih dari satu tahun. “Kalau terasi dalam pembuatannya dicampur ikan dan bahan
lain itu akan gampang busuk dan cepat berjamur dan lunak. Baunya juga berbeda
dibanding terasi asli. Kalau terasi dari rebon tanpa campuran itu berbau
segar,” tambahanya.
Terasi Asmah banyak di minati oleh masyarakat sekitarnya maupun luar desa. “biasanya orang orang yang berkunjung di Desa Sambilawang mampir ke tempat sata untuk beli terasi. Pesanan pun berdatangan, termasuk dari luar kota, “jelasnya. Asmah berharap, agar kedepanya usaha terasi yang digeluti oleh lima orang keluarganya ini, dapat terus berkembang dan bisa menjadi lebih baik lagi. (Anwar)