LUKISAN ALAM GUA GONGGO MINO

LUKISAN ALAM GUA GONGGO MINO

KABAR TERMA
Kamis, 27 Januari 2022

 



Hangatnya mentari pagi berselimut awan mendung menemani perjalanan kami menuju  gunung yang berlokasi di utara Lereng Muria. Pemandangan alam perkebunan dan persawahan di sepanjang jalan menambah suasana menjadi sejuk. Bermodal sepeda motor, sekitar satu setengah jam perjalanan dari pusat Kabupaten Pati, akhirnya kami tiba di Pendopo Desa Jrahi Kecamatan Gunung Wungkal.


            Desa Jrahi merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Pati yang dibuka secara resmi pada Desember 2020. Desa itu memiliki daya tarik seperti alam, religi agro wisata dan juga kerukunan antar umat beragama menjadikan desa ini mendapat julukan Desa Pancasila. Desa Jrahi dihuni oleh penganut agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan Sapto Darmo.


            Pagi itu (14/11/2021), kami bertemu pria paruh baya yang bernama Suparlan (57) selaku Ketua Pengelola Wisata Pancasila di Desa Jrahi. Perjalanan dilanjutkan berjalan kaki melalui akses jalan setapak menuju sebuah warung sederhana untuk menemui Warsito (59) selaku salah satu pengelola. Perjalanan menuju warung diwarnai berbagai jenis bunga di sekitar pagar bambu. Terlihat beberapa wisatawan lokal tampak sedang beristirahat sambil menikmati secangkir kopi. Kemudian kita menuruni puluhan anak tangga di dekat warung menuju gua Gonggo Mino. Sembari berjalan, kami melihat beberapa pohon jambu sudah berbuah dan siap dipanen.


    Setelah sampai, kami duduk di bawah pohon jambu sesekali mengobrol mengenai gua. Gua Gonggo Mino di Desa Jrahi menyuguhkan suasana  yang menyenangkan hati, kicauan burung bersahutan, suara gemericik air sungai dan tebing yang menjulang. Bermeditasi di sini tampaknya bukanlah hal buruk ketika jiwa butuh ketenangan. Hiruk pikuk kota bisa terlepas saat menikmati pemandangan alam hijau dan asri.


    Dari luar, gua terlihat kecil dengan luas mulut gua sekitar empat meter persegi. Dihiasi ornamen bambu hitam juga akar menggantung. Begitu memasuki gua, terdapat dua gentong dan dua kendi  untuk menampung air yang merembes dari dinding. Air dalam kendi bisa diminum langsung oleh pengunjung sementara yang ada di gentong digunakan untuk membasuh muka, mencuci tangan serta kaki. Maksud dari itu semua guna membersihkan diri dari kotoran juga nasib buruk. Keduanya terletak di bawah batu kecil tempat bersemedi.


    "Di sini paling ramai malam satu Suro, hari biasa paling satu atau dua orang yang bertapa," tutur Warsito.


    Sembari bertanya mengenai gua, ada pengunjung ikut menyimak penjelasannya. Kami disuguhi jambu lumut sembari mendengarkan penjelasannya. Warsito memaparkan mengenai sejarah gua dahulu untuk bertapa saat pewayangan pakesit. Selain itu digunakan untuk menyembunyikan hasil bumi saat penjajahan Belanda di Indonesia.


    Saat mengunjungi gua, wisatawan harus bersikap sopan dan bertutur kata baik. Karena tempat ini dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Seperti tempat meditasi lainnya, suasana sedikit mistis pun terasa begitu memasuki gua.


    Gua Gonggo Mino dikembangkan pada bulan Desember 2020 dengan dana pribadi oleh Warsito. Dananya sendiri menghabiskan sekitar seratus juta rupiah untuk membangun akses jalan, spot foto juga warung.  Biaya yang terbilang banyak untuk mengelola tempat wisata alam. Banyak pohon jambu, durian juga kopi di sekitarnya guna menambah daya tarik gua. Dengan demikian bisa menarik pengunjung untuk dating, entah sekadar melihat gua atau memetik buah-buahan. Harga tiket untuk mengunjungi gua terbilang sangat murah yakni tiga ribu rupiah per orang sedangkan untuk anak-anak gratis.


    Ingin bantuan dari pemerintah dari segi infrastruktur, ya karena akses jalan masih kurang baik. Rencana juga mau ada ojek. Agar nantinya ada lebih banyak pengunjung,jelas Warsito dengan tersenyum.


Reporter: Uus

Editor: Roni