“KRISIS MINAT MEMBACA”
“Kalau usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis
memperpanjang ada-mu didunia dan amalmu di akherat kelak”- Halvy Tiana Rosa
Membaca, merupakan kata yang sering kita dengar dan bicarakan namun terasa sulit untuk dilakukan. Banyak literasi yang menjelaskan bahwa membaca merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Manfaat yang akan diperoleh dari membaca akan memberikan segudang ilmu dan wawasan. Hingga seorang penulis terkenal Pramoedya pernah mengatakan bahwa “ ketika kau ingin mengetahui dunia maka membacalah..”. Begitu pentingnya membaca hingga juga pernah ada yang mengatakan bahwa “ akhir dari kau membaca merupakan awal dari kebodohanmu”.
Dan buku merupakan alat komunikasi berjangka waktu panjang dan mungkin sarana komunikasi yang paling berpengaruh pada perkembangan kebudayaan dan peradaban umat manusia. dalam buku dipusatkan dan dikumpukan hasil pemikiran dan pengalman manusia daripada sarana komunikasi lainnya. Sebagai alat pendidikan, buku berpengaruh pada anak didik daripada sarana - sarana lainnya”(Ensiklopedia Indonesia, Hal.538-539).
Budaya membaca yang merupakan langkah awal dari sebuah Negara berkembang untuk menata generasi muda bangsa yang maju dan makmur mungkin belum muncul dari kesadaran masyarakat Indonesia. Minimnya minat membaca dari kebanyakan masyarakat Indonesia tentu akan mempersulit keadaan yang sedemikian terpuruknya bangsa ini dari bangsa lain atas kemajuan pendidikan hingga teknologi. Tidak terkecuali di kampus tercinta kita ini STAI Pati, rendahnya minat membaca mahasiswa sangat terasa bagaimana atmosfir akademisnya masih begitu lemah. Seperti banyak diketahui, sedikit sekali mahasiswa yang datang ke perpustakaan, yang menjadi tempat mahasiswa untuk bercengkrama dengan sebuah buku. Seperti apa yang pernah di ungkapkan salah satu penjaga perpustakaan STAI Pati bahwa minat membaca mahasiswa STAI Pati masih rendah dan itu bisa dilihat dari, mahasiswa yang berkunjung ke perpustakaan masih sangat sedikit.
Memang keadaan perpustakaan STAI Pati masih banyak kekurangannya, terlebih ketika berbicara tentang fasilitas perpus dan kelengkapan buku, namun itu juga tidak bisa dijadikan alasan untuk malas membaca. Karena minat membaca itu muncul dari kesadaran diri akan pentingnya membaca. Katanya kaum intelektual, akademisi, namun malas membaca. Padahal seorang akademisi yang mempunyai intelektual yang tinggi itu makanannya ya.. buku dan jelas untuk di baca bukan ditenteng kesana kemari.
Pengaruh Teknologi
Perkembangan teknologi informasi memang sangat berpengaruh terhadap generasi muda dewasa ini. Tawarannya terhadap kemudahan untuk mengakses segala informasi meruntuhkan budaya membaca buku. Dan kecenderungan masyarakat menanggapi arus modernitas ini tidak dengan sikap kritis. Namun kebanyakan masyarakat malahan terninabobokkan oleh kelezatan masakan teknologi modern tanpa memikirkan efek negatifnya. Sudah tidak aneh lagi ketika life stayle generasi muda bangsa kebanyakan berorientasi pada teknologi modern. Dan mungkin bisa dikata membaca buku itu hal kuno, sedangkan teknologi sudah menawarkan segala hal menjadi praktis.
Arus globalisasi akan perkembangan teknologi informasi tentu tidak bisa dihindari. Karena suatu perjalanan ilmu pengetahuan tentu akan menemukan dan menghasilkan sesuatu yang baru. Namun dalam hal ini bagaimana kita mensikapi sebuah dinamika peradaban manusia yang berpengetahuan tinggi. Bagaimana dengan arif bijaksana kita memposisikan diri menjadi manusia modern yang adil tidak dalam tidakan saja namun adil sejak dalam pikiran seperti yang di ungkapkan Pramoediya.Ada suatu posisi dimana kita akan membutuhkan dan menggunakan suatu hasil teknologi informasi modern dan ada juga suatu posisi dimana kita tidak menghilangkan suatu budaya akademik “ budaya literasi “. Zona nyaman yang kita alami tentu harus kita lawan juga kritisi, karena dalam zona nyaman ini kita akan mudah melupakan hal yang bersifat substansial.
Dan akhirnya membaca buku atau membudayakan literasi kepada generasi muda sangat harus ditingkatkan. Bukan berarti menolak perkembangan teknologi informasi, namun efektifitas perjalanan akademisi. Karena kalau berbicara tentang akademisi pasti berbicara tentang keilmiahan. Dan bagaimana bisa disebut ilmiah kalau mencari sebuah sumber informasi dari internet, padahal informasi dari internet tidak ada yang menjamin kebenaran dan keakuratan informasinya.
Sebuah inisiasi dari seorang mahasiswa sangat dibutuhkan guna memecahkan persoalan ini. Ketika melihat kampus STAI Pati masih dalam kategori rendah dalam membaca. Gerakan untuk budaya literasi harus segera dilakukan. Dari hal kecil diri sendiri hingga mengkampanyekan pentingnya budaya literasi bagi mmahasiswa dan masyarakat umum. Dan aku masih ingat betul pemateri suatu pelatihan yang saya ikuti pernah mengatakan dengan gambling “kecelakaan intelektual jika seorang mahasiswa yang dianggap sebagai kaum akademisi dan intelektual miskin bacaan “BUKU”.(Tresno)