Liburan
merupakan waktu yang paling disenangi oleh banyak orang. Tidak terkecuali
mahasiswa yang telah selesai Ujian Akhir Semester ini. Banyaknya tugas kuliyah
hingga sibuknya mempersiapkan materi untuk ujian dalam kurun satu semester.
Tentu akan melelahkan sekali ketika semua itu benar terjadi adanya. Namun kesibukan
atau mungkin belum tentu dikatakan sibuk untuk belajar, tapi boleh dikata sibuk
mondar mandir dari rumah ke kampus dan sebaliknya. Itu mungkin realita yang
terjadi dewasa ini dalam dunia kemahasiswaan. Banyak dari mahasiswa dewasa ini
hanya mencari kesibukan dalam perguruan tinggi ketimbang di rumah hanya menjadi
manusia yang kuper (kurang pergaulan). Atau hanya ingin dikatakan sebagai orang
yang berpendidikan dan menjadi orang yang ditinggikan dalam tataran sosial.
Maka dari itu banyak dari mahasiswa saat ini banyak yang melupakan bahkan
meninggalkan aktifitas akademiknya, karena tidak dibarengi dengan niat yang
tepat.
Kembali ke pembahasan tentang
liburan, sesuatu yang sangat menarik menurutku untuk di pahami dalam kacamata
akademik. Mungkin sering kita pahami bahwa liburan merupakan waktu untuk
refresing, untuk merefres otak yang selama berbulan bulan telah tergencet dalam
tumpukan batu batu gunung. Kondisi memeras otak yang sedemikian parahnya hingga
menguras habis kandungan air di dalamnya. Membakar kepala hingga menghabiskan
hutan seluas hutan amazon. Ngeri…
Sedemikian parahkah kondisi
mahasiswa dalam proses menjadi manusia seutuhnya dalam naungan dan atmosfir
akademik itu ? proses pencarian jati diri dalam diri yang mungkin tertimbun
tanah longsor hebat. Namun tentu tak separah yang tergambar di atas, kehidupan
dalam dunia perguruan tinggi jelas tidak seperti itu. Atau mungkin malah
sebaliknya, euphoria pendidikan yang terjadi. Lembaga pendidikan dijadikan
sebagai wahana permainan dan adu kecerdasan juga ketangkasan. Dan lebih parah
lagi lembaga pendidikan dijadikan sebagai perusahaan percetakan ijazah, dimana
dijadikan legalitas bagi mahasiswa yang sudah lulus dan dikatakan seorang
SARJANA. Karena dalam pandangan kelas sosial orang yang menyandang gelar
sarjana di masyarakat pasti akan dihormati dan disegani.
Dan realita yang terjadi dewasa ini
jelas akan memperlihatkan betapa tipis atmosfir akademik yang terbangun dalam
naungan perguruan tinggi. Aktifitas yang merepresentasikan bahwa ini merupakan
tempat berdialektika juga bercengkrama dengan ilmu pengetahuan yang
sesungguhnya juga minim. Pergulatan akademik hanya terjadi satu setengah jam
dalam satu mata kuliayah dan itupun kalau ada dosen. Ruang ruang diskusi
mahasiswa juga hampir punah dari terjangan arus trend. Dan sekrang timbul
pertanyaan, bagaimana sosok manusia dianggap akademisi, berilmu dan tahu segala
hal kalau dalam proses penempaannya hanya sekejap mata. Tanpa ada peleburan
dalam kawah condrodimuko (istilah pewayangan) dengan tahap tahap tempaan hebat.
Dan yang terjadi dalam lingkungan perguruan tinggi kebanyakan mahasiswa
menghabiskan waktunya di luar kuliyah hanya dengan bercanda, ngopi, nongkrong
dipinggir jalan hanya untuk memandangi mahasiswa lain lewat. Ketika melihat
realita yang terjadi apa makna liburan pada mahasiswa ? nambah jam main ? atau
pindah tempat main ?...
Memaknai Liburan
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Liburan atau libur berarti bebas dari kerja
atau masuk sekolah. Keadaan bebas dari rutinitas sehari hari yang menjadi beban
dikepala. Melepaskan penat juga ketegangan otot otot saraf dalam tubuh. Hingga
sebuah hal yang harus dilakukan untuk
menjaga kesehatan serta menambah motivasi hidup. Seperti penelitian yang
dilakukan di Amerika menunjukkan baik ibu rumah tangga maupun wanita kerja yang
mengambil liburan memiliki peningkatan signifikan dalam penurunan serangan
jantung dan stroke. Juga halnya penelitian yang dilakukan Linda Hoops dan John
Lounsbury seorang peneliti dari departemen psikologi Universitas Tennessee
menemukan bahwa ada suatu peningkatan dalam kepuasan hidup setelah liburan.
Banyaknya manfaat yang diperoleh
dari liburan tentu harus diisi dengan hal hal yang positif. Hanya saja
kebanyakan orang terutama kaum akademisi (mahasiswa) banyak menggunakan waktu
liburan itu dengan hal hal yang kurang ada manfaatnya. Aktifitasnya jarang yang
digunakan untuk menunjang perjalanan
akademiknya yang katanya tolabul ilmi. Menurut Eko Rini Kuntowati, seorang
psikolog, liburan yang baik adalah yang bermakna. Liburan yang berisi hal
positif, dan berdampak pada pengembangan hidup untuk lebih baik. Itupun sejalan
dengan pandangan Islam, Ir.H.D. Sodik Mudjahid, M.Sc., mengemukakan bahwa islam
memberi tuntunan kepada umatnya untuk selalu memanfaatkan waktu, baik itu
saat liburan bekerja maupun belajar.
Kecenderungan mahasiswa untuk
mengisi waktu libur lebih sering digunakan untuk hal yang kurang bermanfaat bagi
sisi akademiknya. Bermalas malasan di rumah atau kost sampai nongkrong dengan
teman tanpa lihat waktu. Kondisi yang sedemikian rupa jelas akan menunjukkan
bahwa betapa minim semangat akademisnya ketika yang katanya membawa semangat
tholabul ilmi. Dan jelas akan muncul pertanyaan bahwa apakah benar seorang
mahasiswa dalam lingkungan akademiknya dalam konteks dewasa ini akan mampu
menggapai kualitas juga kapasitas gelar SARJANA yang agung itu ?.[]