“sepahit apapun realitas yang ada dihadapan mata, seorang penulis itu
seharusnya tidak menjadi perintih. Rintihan tidak akan
membawa kemana-mana. Apalagi yang kita runtuhkan itu adalah sebuah gunung”.
Bagi penulis, jarak diantara ‘individu’ dengan sastra hampir tidak ada.
Karena bagi penulis, jiwa dan sastra itu ada hubungan tersendiri, yaitu
hubungan berupa jembatan ‘keasyikan’ dan ‘keindahan’ disaat menulis. Kalau mau
dibuat satu analogi, sejak jarum-jarum panca indra dan daya kreatif kita mulai
berkeliling, kita sebenarnya sudah didorong oleh keasyikan dan keindaha yang
terdapat dalam diri kita, alam sekitar dan kehidupan di sekeliling kita. Sastra
sebenarnya sudah mendekati kita sejak kita masih kecil, tetapi, kita mengenalnya
setelah dewasa, atau lebih tepatnya setelah kita mulai belajar menulis (sebagai
penulis; baik itu menulis puisi, cerpen, drama, novel, atau apapun bentuk
tulisan itu).
Untuk menjadi penulis yang baik kita harus kreatif. “proses kreatif” inilah
yang akan menghasilkan “karya sastra” yang bermutu. Untuk melangkah ke proses
kreatif ini kita dituntut untuk memiliki sifat positive, berani mencoba,
terbuka dan selalu ingin tau.
Memang setiap pengarang mempunyai proses penulisannya sendiri. Dan siapapun
yang ingin menjadi penulis atau pengarang besar harus dapat menguasai proses
kreatif dalam penciptaanya, karena proses kreatif inilah yang akan membantu
kerja mengarang, bahkan proses kreatif ini dapat dikatakan sebagai faktur
penentu keberhasilan dalam kerja mengarang.
Ada banyak cara seorang pengarang dalam menjalankan proses mengarang.
Diantaranya sebagai berikut: pertama, menyediakan atau mempersiapkan
bahan-bahan yang akan ditulis juga yang terjelma dari lintasan pikiran. Kedua,
proses pematangan bahan, mengkonkritkan dan memperteguh pemikiran, membina
watak dan mencari-cari jalur cerita yang sesuai. Ketiga, mencatat bahan-bahan
tersebut diatas atau kertas. Catatan ini akan terus dikembangkan menjadi
sempurna. Keempat, menulis dafar yang akan diperbaiki dari waktu ke waktu. Dan kelima
atau langkah terakhir adalah proses penulisannya.dalam proses penulisan disini
jangan lupa memperbaiki aspek moralnya.
Tapi perlu diingat juga, bahwa cara seseorang dalam mengarang itu tidak
sama. Setiap orang punya cara sendiri-sendiri. Ada yang hanya terus-menerus
menulis sebaik-baiknya dengan bahan yang hendak ditulis, ada yang mengurung
diri dalam kamar, ada juga yang pergi ketempat sepi untuk mencari ilham dan
masih banyak lagi.
Karya sastra yang sampai kepada pembaca merupakan sebuah ciptaan yang sudah
lengkap. Jarang sekali pembaca memikirkan bagaimana karya itu mengalami proses
pembuatannya atau penciptaannya. Proses penciptaan mempunyai hubungan yang amat
besar dengan keberhasilan sebuah karya sastra. Proses penciptaan yang dimulai
dengan dorongan menulis, timbulnya ilham, penyusunan pikiran, pematangan dan
penggarapannya memberi kesan terhadap karya yang akan ditulis. Sebenarnya
terlalu banyak aspek yang mendorong seseorang itu untuk mengarang. Namun perlu
disadari juga, bahasa setiap orang punya alasan tersendiri untuk menjadi
penulis.
“tujuan mengarang” inilah sebenarnya yang menjadi pokok persoalan dalam
“proses kreatif” jadi disinilah letaknya dorongan atau motivasi untuk berkarya.
Secara umum ada dua golongan tujuan seseorang itu menulis. Pertama, tujuan yang
bercorak fisikal (tidak terselubung), yaitu yang lahir dan dapat dipikul
daripada karya tersebut, kita akan dapat menangkap maksud atau motif pengarang. Kedua, tujuan yang bercorak spiritual (terselubung), yaitu yang
tersembunyi dibalik sebuah karya. Saat membaca karya tersebut. Tujuan
tersembunyi ini dapat dirasakan tetapi kadang-kadang motifnya berbeda daripada
yang dirasa pembaca.
Disamping dua golongan tujuan diatas, ada juga penulis yang sekedar untuk
mencari nama, ingin bercerita dan supaya pembaca terhibur dengan ceritanya, ada
yang bersenang-senang saja karena hoby, ada juga yang bertujuan untuk mencari uang bahkan ada juga yang tidak dapat menjelaskan apakah tujuan sebenarnya. Disamping
itu ada juga yang disebakan karena hanya ingin coba-coba, lalu memasuki dunia
tulis-menulis karena terpengaruh oleh teman atau lingkungan.
Tugas seorang pengarang adalah untuk memenuhi tanggung jawab sebagai warga
negara yang sensitif terhadap suatu peristiwa. Sehingga timbul tujuan mulia
seperti ingin membentuk pemikiran masyarakat, membantu memajukan bangsa dan
negara serta meningkatkan kesusastraan tanah air, dan hampir dimana kita menimba ilmu yang terpenting membentuk jati diri. (Muthoharoh/Terma)