Pendidikan Itu Mencerdaskan, Bukan Menindas

Pendidikan Itu Mencerdaskan, Bukan Menindas

KABAR TERMA
Minggu, 24 Januari 2016


            “Jika kamu ingin merengkuh dunia, maka harus dengan ilmu, jika kamu ingin merengkuh akherat, maka harus dengan ilmu, dan jika kamu ingin merengkuh keduanya, maka harus dengan ilmu”. Dari sabda nabi Muhammad SAW tersebut menjelaskan  bahwa pentingnya ilmu untuk kehidupan manusia. Sebuah petunjuk yang mana menunjukkan kepada manusia bagaimana mengarungi bahtera kehidupan yaitu dengan ilmu. Memperlihatkan bagaimana manusia menjalani kehidupan tanpa ilmu akan rusak dan gagal. Melihat manusia dalam penciptaannya mempunyai kedudukan sebagai kholifah fil-Arld yang mana menuntut manusia untuk mampu menjalankan amanah yang di embannya untuk menjaga dunia. Manusia harus mempunyai kemampuan keilmuan untuk menciptakan kemakmuran dan kedamaian dunia. 
            Bagaimana manusia memperoleh ilmu ?, dari pendidikan manusia akan memperoleh ilmu. Dalam pendidikan manusia akan mengembangkan dan memunculkan kemampuan dalam dirinya. Sebagaimana penjelasan B.S. Mardiatmadja bahwa pendidikan merupakan suatu usaha bersama dalam proses terpadu (terorganisir) untuk membantu manusia mengembangkan diri  dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dunianya di hadapan Sang Pencipta. Dan dari pendidikan juga manusia akan menemukan esensi dari manusia itu sendiri. Orang orang yunani kuno telah menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk menjadi manusia. Karena itu manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Sehingga dalam pendidikan mempunyai tujuan untuk memanusiakan manusia.
                Ketika manusia memperoleh pendidikan, manusia akan terhindar dari sifat sifat barbar yang menjadikanya makhluk buas tidak memiliki moral,etika, akhlaq, yang pasti dalam kebodohan.  Pendidikan akan menghindarkan manusia dari kebodohan, kemiskinan dan penindasan dari kaum penjajah. Kemakmuran,keadilan dan kedamaian akan tercipta ketika pendidikan terlaksana dengan benar. Namun pendidikan akan menjadi alat penindasan paling mengerikan ketika di gunakan kaum terdidik untuk menghegemoni kaum bawah yang tidak terdidik demi kepentingan pribadi. Seperti kritikan yang di ungkapkan Y.B. Mangunwijaya “... apa guna kita memiliki sekian ratus ribu alumni sekolah yang cerdas, tetapi massa rakyat dibiarkan bodoh? Segeralah kaum sekolah itu akan menjadi penjajah rakyat dengan modal kepintarannya. Keadaan yang sedemikian rupa tentu menuntut kaum terdidik untuk sadar akan peranannya dalam pengentasan kaum bawah dari keterpurukan bukan malah menjadikan sebagai lahan subur untuk membesarkan diri. Pendidikan dasarlah yang akan berperan pentin dalam mencetak kaum akademisi/intelektual yang sadar akan kewajibannya membasmi kebodohan dengan penanaman pendidikan moral, budi pekerti,etika dan akhlaq. Tidak hanya menekankan pada pengembangan kognisi (IQ) saja, yang akan mencetak intelektual intelektual yang mempunyai kepribadian yang buruk, yang akan menggunakan kepintarannya untuk menindas kaum bodoh. Maka pola orientasi pendidikan tidak hanya memfokuskan pada segi kognisi, tapi harus seimbang dengan pengembangan rasa atau afeksi (EQ) juga nurani atau spiritualitas (SQ) yang akan mencetak intelektual yang sejati.

Wajah Pendidikan
Dalam perkembangannya pendidikan telah mampu mencetak ahli ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang mampu menciptakan dan mengembangkan peradaban manusia yang berbasis teknologi. Berbicara tentang perkembangan teknologi yang begitu pesat tentu tidak lepas dari hegemoni barat. Bermula dari masa renaissens perkembangan di bidang industri,militer,sains dan pendidikan sangat memperlihatkan progresifitasnya. Namun  dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi mulai memunculkan berbagai polemik di dunia.
Berakar dari model pendidikan barat yang berbasis liberalisme yang mengutamakan kepentingan individu/kelompok untuk menentukan keinginannya dengan berorientasi pada materi, pendidikan dijadikan alat hegemoni negara imperialis kepada negara negara dunia ketiga atau negara negara miskin atau berkembang. Dari ketertinggalan yang di alami negara negara dunia ketiga, mulai mengadopsi pola pendidikan barat yang di anggap sebagai negara yang lebih maju. Namun tanpa sadar negara negara berkembang mulai masuk dalam pola pendidikan yang menjerumuskan dengan mulai mengikis karakter bangsa itu sendiri.
Dalam perkembangan pendidikan di indonesia tentu tidak bisa terlepas dari model pendidikan barat. Ketika menengok sejarah pertama berdirinya lembaga pendidikan di indonesia yang berasal dari kolonoalisme. Yang mana mempunyai tujuan untuk menggiring pola pikir rakyat indonesia untuk mempunyai mental kuli. Dan tentu itu adalah alat yang sangat efektif di gunakan, melihat efek dari pendidikan ala kolonialis itu masih terasa sampai sekarang. Digunakannya sistem imperialisme oleh bangsa sendiri untu menindas bangsa sendiri serta mengeksploitasai kekayaan negara untuk kepentingan pribadi adalah salah satu hasil dari model pendidikan gaya kolonialism. Negara yang miskin akan sulit untuk berkembang dan yang berkembang akan sulit untuk maju karna model penddidikan sudah di rancang untuk seperti itu.

Penyadaran akan efek dari penerapan model pendidikan ala kolonialisme perlu dilakukan. Dan itu sudah digelorakan oleh founding father bangsa indonesia Soekarno yang mana mengatakan “ Kita ini bukan kumpulan bangsa kuli ( Nation Of Coolies ), yang mau saja di jajah oleh bangsa asing. Harus kita tegakkan kepala sebagai bangsa yang bermartabat, mandiri dan kuat, bukan sebagai bangsa yang di perbudak.” (*)